14 Apr 2013

Masuk Pesantren Perempuan

Suatu ketika aku diminta untuk kembali menari di sebuah pernikahan. Seperti biasa, aku diharuskan memakai gaun perempuan. Aku sudah mulai terbiasa memakai gaun dan juga berdandan sebagaimana wanita. Aku mulai menjaga berat badan dan bentuk tubuhku agar aku tetap terlihat seperti wanita. Hari ini aku memakai gaun warna ungu. Panjangnya selutut, terbuat dari bahan satin. Meskipun aku sudah terbiasa memakai gaun, tapi setiap memakainya aku selalu terangsang karena bahannya yang halus ketika menyentuh kulit. Setelah memakai gaun aku pun mulai didandani. Saat pertunjukan pun tiba. Aku menari dengan sangat baik. Setelah selasai menari, kami biasa berkeliling untuk menikmati makanan yang disediakan. Alangkah kagetnya aku ketika aku melihat papah dan mamahku berdiri di depanku.

 Wajahku langsung pias. Aku tak sanggup berdiri rasanya. Papah menunjukkan wajah yang sangat kesal. Sedangkan mamah terlihat sangat sedih. Aku tidak bisa berkata-kata. Meskipun aku berdandan seperti wanita, tapi tampak jelas mereka mengenaliku. Papah menghampiriku dan berkata, “Selesai acara ini, kamu langsung ikut papah dan mamah ke hotel.” aku hanya bisa mengangguk saja. Selesai acara, aku ikut papah dan mamah ke hotel tempat mereka menginap. Aku masih memakai gaun yang kugunakan tadi. Di mobil tidak ada pembicaraan yang terjadi. Kami masih saling diam satu sama lain. Sesampainya di hotel mamah menyuruhku membersihkan make up yang menempel. Papah dan mamah langsung ganti baju.

Aku tidak bisa ganti baju karena memang tidak membawa baju ganti. Mamah kemudian menyodorkan dasternya. Aku tidak berani menolak dan langsung mengganti gaun yang kupakai dengan daster milik mamah. Setelah itu aku disuruh duduk dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Kemudian dengan rasa malu aku pun menceritakan semua yang terjadi. Mulai dari masuk ekskul tari hingga diajak jadi pagar ayu. Papah kemudian menamparku. Dia terlihat sangat kesal. Mamah menangis mendengar ceritaku. “Besok kamu ikut papah dan mamah kembali ke Tasikmalaya.” aku hanya tertunduk mendengar bentakan dari papah. Hari itu aku tidur di hotel. Keesokan paginya aku kembali menggunakan gaun yang kemarin kugunakan. Kami bergegas untuk mengambil barang-barang milikku yang disimpan di rumah tantenya Rina. Mamah menceritakan semuanya kepada Rina, kami kemudian berpamitan. Dalam perjalanan menuju Tasikmalaya mamah dan papah sepertinya sedang merencanakan sesuatu. Sesuatu yang berdampak besar dalam hidupku.

Sore harinya kami tiba di Tasikmalaya. Aku kembali ke kamarku dan tidur untuk semalam. Besok paginya aku disuruh mandi. Setelah selesai mandi, mamah menungguku di kamar. Terlihat mamah menyiapkan pakaian untukku. Sebuah baju dalam lengan panjang warna coklat, baju perempuan, rok panjang, dan kerudung. Aku kemudian melihat mama menyodorkan celana dalam wanita kepadaku. Aku tidak bisa mengelak. Aku langsung memakainya. Kemudian mamah membantuku memakai bra.

Setelah itu aku disuruh memakai baku dalam lengan panjang dan baju luar warna putih. Setelah itu aku memakai rok panjang. Mamah kembali membantuk memakai kerudung. Tidak lupa mamah mendandaniku. Aku sangat malu. Aku kemudian disuruh memakai high heels. Papah sedang berada di mobil. Mamah membawa 2 buah koper dan memasukkannya ke dalam mobil. Aku juga disuruh naik ke mobil. Aku bingung dengan apa yang terjadi. Kami bertiga pergi meninggalkan rumah.

 Aku tidak tahu kemana tujuan kami sampai di suatu tempat mamah menyuruhku turun. Aku melihat sebuah papah dengan judul pondok pesantren. Sepertinya aku akan ditempatkan di pesantren tapi mengapa aku harus berpenampilan seperti wanita. Mamah dan papah kemudian masuk ke kantor dan berdiskusi dengan seseorang di sana. Aku menunggu di luar dan melihat-lihat. Terlihat beberapa wanita sedang membersihkan halaman kompleks tersebut. Beberapa saat kemudian Mamah dan Papah keluar lalu memberikan pesan kepadaku, “Kamu baik-baik di sini yah, nurut sama apa kata guru kamu.

 Papah dan Mamah pulang dulu” kata mamah sambil menitikan air mata. Terlihat papah memeluk mama dan menguatkan mamah yang sedang sedih. Papah kemudian menambahkan, “Kamu mau jadi wanita kan, sekarang kamu harus belajar jadi wanita yang baik.” Aku kebingungan mendengar perkataan papah. Sepertinya mereka salah tanggap dengan apa yang aku ceritakan. Aku berusaha menjelaskan tapi guruku mencoba menenangkan aku. Papah dan mamah kemudian pergi meninggalkanku sendiri. Aku diantar oleh guruku ke kamarku. Aku ditempatkan sendirian, dipisahkan dari yang lain. Guruku menjelaskan peraturan yang harus aku patuhi. Aku hanya mengangguk mendengar semua penjelasannya.

Sudah seminggu semenjak aku tiba di pesantren ini. Setiap hari aku dituntut untuk belajar menjadi wanita yang baik. Aku belajar untuk membersihkan rumah, memasak, mencuci, dan juga aku belajar mengenai sikap-sikap yang harus selalu aku pegang dalam hidup ini. Semua itu kupelajari sambil berpenampilan sebagai wanita. Aku selalu memakai baju lengan panjang, rok panjang dan juga kerudung. Hari sabtu ini merupakan hari yang spesial bagiku. Salah seorang kakak sepupuku akan mengadakan pernikahan. Mamah meneleponku agar aku bisa mengikuti acara pernikahan tersebut. Mamah juga sudah meminta ijin kepada guruku untuk mengikuti acara tersebut. Mamah berjanji akan menjemputku siang hari. Jam 1 Mamah tiba di pesantren ini. Kami tidak langsung pergi, Mamah mengajakku untuk menceritakan kegiatanku sehari-hari. Aku mengajak Mamah jalan-jalan. Aku menceritakan semuanya
 Kamarku, aku belajar mencuci, menyapu halaman, kelas tempatku belajar. Entah mengapa aku menjadi lebih cerewet dari biasanya. Aku merasa jiwa perempuanku seolah tumbuh di tempat ini. Selesai bercerita, kami pun pergi. Kami tidak langsung pulang ke rumah. Kami pergi ke salon langganan Mamah. Aku kaget karena ternyata aku juga dirias. Di sana kami sama-sama merias diri kami. Aku menangis memohon ampun kepada Mamah, aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku berpenampilan sebagai wanita di depan saudara-saudaraku.

Tapi Mamah tidak menggubris tangisanku. Aku tetap dipaksa untuk didandani. Selesai berdandan, kami kembali ke rumah. Rupanya mamah sudah menyediakan sebuah gaun muslim untukku. Aku lalu memakainya. Kami pun berangkat ke pesta pernikahan tersebut. Sampai di tempat pesta, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Kami bertiga masuk. Aku masuk dengan sangat khawatir. Berbeda dengan Mamah. Mamah terlihat sangat santai. Mamah menceritakan tentang aku kepada tante-tanteku. Tanteku kemudian melihatku dan tersenyum sambil memujiku. “Wah, cantiknya kamu” kata mereka. Aku hanya tertunduk malu. Kejadian tersebut selalu berulang ketika Mamah menemui saudaranya yang lain. Meski begitu aku selalu mengikuti kemana Mamah pergi karena aku sangat takut berada jauh dari Mamah. Aku takut justru terjadi hal memalukan yang lebih parah lagi. Selesai acara Mamah kembali mengantarku ke pesantren. Kalimat penutup malam itu adalah, “Seperti apapun kamu, Mamah bangga punya kamu.” Aku hanya bisa menitikan air mata mendengar perkataan tersebut. 

by auliya shizuka

Tidak ada komentar:

Bu Kost Nakal....

 Perkenalkan nama saya Rendi panggil aja rere, pertama saya crossdresser itu pas waktu duduk di bangku kelas 5 SD. Awalnya saya sering paka...