25 Mei 2012

[Cerita Waria] A Futa Story

Semua ini seperti semacam ritual.....

    Aku mulai dengan mandi di bathtub. Berendam di air hangat sambil sekaligus mencukur bulu-bulu di seluruh tubuhku. Aku sengaja tidak terburu-buru dalam mencukur. Aku menikmati setiap tarikan silet yang mengikis habis bulu-bulu tubuhku. Setiap gerakan mendekatkanku dengan tujuan yang aku inginkan.....kecantikan yang sempurna.

    Aku meluangkan waktu lebih khusus di area kemaluan-ku. Aku mencukur bagian bawah, dan sekeliling kemaluanku dengan menyisakan sedikit rambut kemaluan di bagian atas, tipis, dan aku rapihkan dengan hati-hati.

    Setelah membersihkan seluruh tubuhku aku berhenti sejenak dan membiarkan diriku bersantai, berendam dalam bathtub selama 10 menit. Menikmati keheningan dan kesendirian di hari Sabtu, di apartemenku, saat aku tidak merasa perlu untuk terburu-buru dalam pekerjaan, saat aku bisa dengan nyaman menikmati hari dan menjadi diriku sendiri apa adanya.

    "Riingg.....Riinggg...." telpon berbunyi.

    Aku dengan agak malas keluar dari bathtub dan melilitkan handuk sekenanya sekedar untuk menutupi tubuh, sesuatu yang sebenarnya tidak perlu kulalukan karena aku tinggal sendirian di apartemenku. Kalau mau aku bisa jalan-jalan dalam apartemen telanjang bulat koq pikirku sambil tersenyum.

    "Riingg......" telpon terus berbunyi. Aku segera mengangkat dan menjawab, "halo......iya......iya, aku ingat koq.......pasti say.....ok.....daag"

    Ternyata tunanganku, memastikan rencana nanti malam untuk pergi bersama. Tunanganku.....hmm.....aneh juga rasanya memikirkannya. Tunanganku....kami baru seminggu ini bertunangan setelah berpacaran selama 7 tahun. Berawal dari saat kuliah, waktu aku pertama melihat dia sedang menunggu di halte depan kampus, aku bisa merasakan hatiku terlonjak melihatnya. Tak terasa hal itu sudah 7 tahun berlalu dan kini kami bertunangan, setahun lagi kami akan menikah.

    Aku berjalan menuju kamar dan melanjutkan "ritual" hari Sabtu-ku. Aku mempersiapkan bra berenda berwarna hitam, panties hitam dengan potongan frech cut, garter belt dan stocking yang juga berwarna hitam, mengaturnya di ranjangku sambil aku mengeringkan badanku dengan handuk lebar. Untuk gaunnya aku sengaja memilih gaun cocktail dress berwana pink juga aku siapkan di atas ranjangku.

     Lalu hanya dengan berbalut handuk lebar aku mulai duduk di meja rias. Aku senang memulai "ritual" ku dengan membedaki seluruh tubuhku dengan bedak bayi beraroma mawar. Aku merasa kulitku menjadi lebih halus dan wangi. Kemudian aku mulai mengeringkan rambutku dan mengenakan pita bando untuk menahan rambutku agar tidak mengganggu saat aku mulai merias wajahku.

    Setelah secukupnya merapikan alis supaya bentuknya feminin tapi tidak terlalu tipis, aku mulai membubuhkan concealer untuk menutup bercak-bercak pada wajahku. Aku kemudian membubuhkan foundation berwarna kuning langsat dan diikuti oleh bedak berwarna kuning langsat, sesuai dengan warna kulit wajahku. Aku memang memiliki kulit berwarna kuning langsat sesuai dengan latar belakang keluargaku. Ayahku seorang Chinese sementara ibuku blasteran melayu - manado sehingga aku memiliki kulit wajah kuning langsat dengan mata yang tidak terlalu sipit dan hidung yang mancung.

     Bedak dan foundation tersebut menyebabkan wajahku menjadi berkesan halus dan tidak memiliki bercak-bercak apapun. Aku kemudian melanjutkan dengan mulai menata mataku. Aku membubuhkan eye-shadow berwarna coklat orange di pelupuk mataku diikuti dengan warna kuning emas di sudut atas mataku agar alisku berkesan makin tinggi dan sexy. Eye liner kububuhkan untuk membentuk mataku sehingga berkesan seperti gadis polos dengan mata lebar tapi sayu.
   
       Mengenakan bulu mata palsu menjadi salah satu “ritual” yang senantiasa aku lakukan setelah aku selesai merias mataku. Ini tahap yang agak rumit tetapi aku selalu berusaha hati-hati dan teliti saat memasangnya. Tidak lupa aku membubuhkan maskara sebagai pelengkap riasan mata dan diakhiri dengan membentuk alisku lebih feminin dan melengkung. Hasilnya mataku kini tampak seperti mata seorang gadis yang sexy.
  
       Ah, kecantikanku mulai makin tampak, tinggal tahap akhir riasan. Aku mulai membentuk kontur wajahku dengan membubuhkan blush-on berwarna pink di tulang pipiku, dan diakhiri dengan lipstick merah serta lip liner berwarna gelap di garis bibirku. Selesai, aku memandang cermin mengamati apakah masih ada kekurangan yang harus aku perbaiki. Ah….sedikit highlight di pelupuk mata, dan…sempurna !
  
    Masih ada tahap terakhir sebelum aku mulai beranjak ke hal yang berikutnya…..rambut palsu berwarna hitam dengan panjang sebahu. Setelah aku mengenakannya, aku memandang cermin dan merasa sangat puas. Bayangan cermin menampilkan sosok wajah seorang wanita yang sangat cantik dan sexy. Seorang wanita yang feminin. Aku kemudian mulai mengenakan bra, panties, garter belt dan stocking. Tidak lupa aku mengenakan breast form berukuran C-cup supaya bra-ku lebih kelihatan berisi. Setelah itu aku mulai mengenakan gaun berwarna hitam dan menyempurnakannya dengan high heels tipe mule berwarna hitam dengan highlight perak. Sempurna! Benar, sempurna, tidak akan ada yang menyangka bahwa bayangan di cermin itu bukan bayangan seorang wanita. Bayangan di cermin itu adalah bayangan seorang pria…..ya aku adalah seorang pria bernama Rama.

    Saat berdandan seperti ini aku lebih senang dipanggil Rema. Aku memang senang berdandan seperti wanita dan memang tubuhku menunjang untuk hal ini. Badanku tidak terlalu besar bahkan cenderung kurus, tubuhku juga halus dan tidak banyak memiliki bulu seperti pria pada umumnya. Aku juga tidak ingat kenapa aku senang mengenakan baju dan berdandan seperti wanita tapi aku ingat pertama kali aku mencoba mengenakan bra dan celana dalam ibuku saat aku masih SD. Pengalaman itu berlanjut dan bahkan makin menjadi-jadi dengan keinginan-keinginan yang makin kuat untuk bukan hanya mengenakan pakaian dalam wanita tapi keseluruhan perangkat kewanitaan, seperti gaun, makeup, aksesoris dan parfum.   

    Aku mematut-matut sambil menikmati tampilan bayangan diriku di cermin, beberapa kali aku memfoto diriku sendiri dalam berbagai pose. Sekitar jam 10.30 aku mulai menuju ke komputer-ku. Aku memang senang chatting dengan teman-teman sesama crossdresser seperti diriku atau dengan admirer – yaitu pengagum crossdresser – sambil berdandan seperti wanita. Sambil menunggu komputer menyala dan akses internet terhubung aku mengingat-ingat betapa “hobiku” ini telah begitu “menguasai” kehidupanku.

    Awalnya aku hanya mencoba mengenakan bra dan celana dalam ibuku karena rasa penasaran, saat SMP keinginan untuk mengenakan bukan hanya pakaian dalam tapi juga baju wanita menjadi makin kuat. Aku jadi sering mencuri-curi pakai perlengkapan wanita milik ibuku saat beliau tidak di rumah. Tidak berhenti di sana, saat SMA aku mulai melengkapinya dengan mengenakan makeup dan aksesoris wanita lain seperti stocking dan high heels. Saat aku kuliah “hobiku” makin meningkat dengan keinginan untuk tampil sesempurna mungkin sebagai wanita, lengkap dengan wig dan semua yang berhubungan dengan wanita.

    Saat kuliah pula aku bertemu dengan Sinta yang ini menjadi tunanganku. Ya Rama dan Sinta, banyak teman yang menggodaku, seolah-olah kami memang titisan Rama dan Sinta dalam legenda Hindu. Tapi memang kami berdua begitu sehati, aku dan dia saling mencintai. Awalnya aku kira perkenalan dan hubunganku dengannya bisa “mengobati” hobiku ini tapi ternyata tidak. Keinginan untuk tampil seperti wanita cantik justru juga lebih menggebu-gebu terlebih karena aku mulai tinggal sendiri di kost mahasiswa. Aku mulai mengenakan perlengkapan wanita hampir tiap hari. Kadang-kadang lengkap dari pakaian dalam sampai wig, makeup dan sepatu, tapi kadang-kadang hanya bra dan panties saja.

    Saat kuliah ini pula aku mulai mengenal dunia internet dan betapa senang hatiku saat mengetahui bahwa ada banyak rekan-rekan yang seperti diriku – crossdresser. Melalui internet aku kemudian berkenalan dengan sesama corssdresser dan bahkan berjumpa dan bergabung dengan komunitas crossdresser. Aku merasa begitu gembira bisa mengekspresikan diriku dengan bebas, terlebih teman-temanku sesama crossdresser begitu hangat menyambut dan membantuku. Ada 2 orang teman sesama crossdresser yang akrab denganku yaitu Yuki, seorang crossdresser yang masih SMA, dan Caroline, crossdresser berusia hampir 30-an dan sudah bekerja. Dengan mereka berdua pula aku akan chatting sekarang. Kini setelah lulus kuliah dan mulai bekerja aku tetap tidak bisa menghilangkan “hobi”ku yang aneh ini.   

      “Beep….” Komputerku berbunyi.

      Ah ternyata mereka berdua sudah online dan mungkin saat ini sedang chatting dengan ramainya. Aku langsung bergabung di chatroom dan menyapa mereka.

    RemaCD: hai sisters..
   
    Carol_T: hai :)

    Yukideasmile: hai sis.

    RemaCD: lagi ngobrol apa?

    Yukideasmile: lagi ngobrol tentang batasan cd sis.

    RemaCD: batasan?

    Yukideasmile: iya. How far is too far…..

    Carol_T: iya Rema, kalau menurut kamu batas seseorang masih bisa disebut CD seperti apa?

    RemaCD: maksudnya?

    Carol_T: Yuki tadi bilang kalau udah tertarik sama co, itu artinya udah waria bukan cd

    Yukideasmile: :)

    Carol_T: kalau aku bilang belum tentu soalnya aku juga sering ngebayangin ml sama co walaupun nggak pernah ngelakuin.

    Aku terhenyak, pertanyaan ini juga yang sering mengganggu diriku. Aku membiarkan Carol dan Yuki chatting dan sibuk dengan argumen-argumen mereka sambil memikirkan pertanyaan yang sama. Akhir-akhir ini akupun sering memikirkan hal yang sama. Kelihatannya aku sudah tidak puas hanya dengan tampil sebagai wanita tapi akhir-akhir ini aku mulai memikirkan seperti apa rasanya jika…..dibelai, dicumbu dan berhubungan badan dengan seorang pria.

    Membayangkan seseorang pria menginginkanku, membelai dan menciumi aku. Membayangkan memegang, membelai, menciumi seorang pria dan merasakan penisnya memasuki diriku membuatku sedikit terangsang.

    Yukideasmiles: “BUZZ”

    Yukideasmiles: hei, masih ol?

    RemaCD: sorry, lagi out sebentar.

    Carol_T: terus kita jadi ketemuan siang ini?

    RemaCD: jadi dong. Di mana?

    Carol_T: di Plaza Senayan aja ya, aku nggak dressing soalnya harus langsung pergi lagi

    Yukideasmiles: Ok. Aku log-off dulu.

    RemaCD: Me too…

    Aku mematikan komputerku dan bergegas ke kamar. Membayangkan bermesraan dengan pria membuat aku agak terangsang. Aku bergegas melepas pakaian dan celana dalamku serta mengeluarkan sebuah….dildo. Saat aku mulai membayangkan bercinta dengan pria, aku membeli sebuah dildo dan akhir-akhir ini sudah beberapa kali menggunakannya.

      Aku melumuri dildoku dengan gel pelumas dan mulai mengarahkannya ke lubang anusku. Sambil tidur terlentang aku mulai menggerak-gerakkannya di sekitar lubang anusku dan mulai menekan perlahan ke lubang anusku. Aku membayangkan seorang pria sedang mencumbui dan mengarahkan penisnya ke lubang anusku. Aku makin bergetar ketika merasakan dildo itu sedikit demi sedikit memasuki lubang anusku. Aku berusaha agak anusku menyesuaikan dengan dildo tersebut dan perlahan-lahan terus memasukkannya ke dalam anusku. Sedikit demi sedikit.   

    Saat akhirnya keseluruhan dildo tersebut memasuki anusku aku berhenti sebentar dan membiarkan diriku menikmati “dimasuki”. Aku mendesah dan mengerang saat aku kemudian menyalakan tombol getar pada dildoku. “Bzzzz……” Aku mulai menggerakkan dildo tersebut maju mundur dan membayangkan seorang pria sedang menggerakkan pinggulnya maju mundur menyodomiku. Bayangan ini membuatku makin terangsang dan aku makin mempercepat gerakan dildo ini.

    Penis buatan ini mengenai bagian dalam dari anusku dan membuatku makin menggelinjang nikmat. Aku mempercepat gerakan maju mundur dan terus membayangkan seorang pria mempercepat gerakannya menyetubuhiku. Aku sendiri merasakan penisku menegang dan sedikir mengeluarkan tetesan-tetesan sperma. Aku makin mempercepat gerakan dildo dan menyalakan tombol getar di kecepatan tertinggi sambil tanganku yang satu lagi memegang dan mengocok penisku. Aku makin terangsang hebat….dan makin terangsang…..

    Sampai…….penisku memuncratkan sperma ke seluruh tubuhku, saat itu aku masih tetap menggerakkan dildo tersebut maju mundur seolah ingin mengeluarkan semua sperma dari penisku. Gelombang sperma terus keluar dari penisku sampai aku merasa kelelahan. Beberapa saat kemudian sambil masih berbaring kelelahan aku mulai mengeluarkan dildo tersebut dari tempatnya bersarang. Aku berbaring beberapa saat sampai aku merasa sudah waktunya untuk bersiap-siap bertemu dengan teman-temanku.

    Aku lalu merapihkan make-up dan pakaianku dan pergi ke tempat pertemuan di Plaza Senayan. Aku sudah berani pergi keluar berpakaian wanita karena aku tahu bahwa aku bisa tampil di depan umum tanpa ada orang yang akan mengira bahwa aku seorang pria. Apartemenku sendiri juga bukan apartemen yang ramai dan ada jalur lift khusus dari apartemenku langsung ke lahan parkir. Aku pun tidak khawatir mengendarai mobil berpakaian wanita karena aku sudah membuat SIM palsu dengan fotoku sebagai Rema. Aku kemudian mengendarai mobilku ke tempat pertemuan di Food Court Plaza Senayan dan menunggu di sana.

    Sekitar 15 menit menunggu Yuki mengabariku lewat sms bahwa ia akan sedikit terlambat. Aku memutuskan untuk memesan minuman sambil menunggu. Saat aku menunggu sambil meminum juice pesananku tiba-tiba aku merasakan bahwa aku sedang diperhatikan. Aku melihat ke sekelilingku tapi tidak mendapati siapapun memperhatikanku. Aku kembali meminum juice pesananku dan 5 menit kemudian kembali perasaan seolah-olah sedang diperhatikan menyelimutiku. Kembali aku melihat ke sekelilingku, kali ini dengan lebih mendetil tapi lagi-lagi aku tidak mendapati ada orang yang sedang memperhatikanku. Hmmm….aneh sekali.

    “Hai say, udah lama nunggunya?” ternyata Carol sudah tiba dan langsung menyapaku.

    “Hai sis, nggak koq baru sekitar setengah hari.” Jawabku sambil bercanda.

    Carol tidak mengenakan pakaian wanita seperti yang diberitahukannya sebelumnya karena ia akan langsung pergi lagi ke tempat lain. Sangat disayangkan pikirku karena kalau sudah berdandan dengan perlengkapan wanita Carol biasanya tampil cantik seperti seorang gadis indo. Ia memang memiliki darah blasteran Belanda yang menambah kecantikannya.

    “Memangnya nanti mau kemana Sis?” Tanyaku kepadanya.

    Tiba-tiba air mukanya agak berubah. “Aku…..mungkin mau dipindahkan ke luar Jawa sis. Jadi aku harus urus travel arrangement.”

    “Ah….ke mana sis?” aku agak sedih mendengar bahwa salah satu teman crossdresser-ku akan meninggalkanku.

    “Ke Batam.”

    “Wah, jadi lebih dekat ke Singapore dong?”

    “Iya cuma itu upside-nya, downside-nya aku harus cari tempat dan teman cd-ing lain lagi.”

    “Kapan rencana keberangkatannya?”

    “Mungkin 2 minggu lagi.”

    Tiba-tiba sms-ku berbunyi lagi. Dari Yuki yang mengabari bahwa kelihatannya ia tidak bisa datang karena ada halangan. Aku membalas untuk memberitahukan tidak apa. Carol juga menerima sms yang sama dan membalas dengan “OK”

    Akhirnya kami berdua saja yang bertemu dan Carol serta aku mulai memesan makanan untuk kami santap sambil kami ngobrol. Kalau dilihat dari jauh kami seolah-olah pasangan yang sedang berpacaran. Kami bercanda dan ngobrol sampai akhirnya tiba waktunya Carol harus pergi. Kami saling berpamitan dan aku pun menuju ke lahan parkir untuk mengambil mobilku.

    Di area parkir, tiba-tiba….kembali aku merasa seolah-olah ada yang sedang memperhatikanku. Kembali aku melihat sekeliling dan kembali aku tidak mendapati siapapun. Huh, aneh sekali. Aku masuk ke dalam mobil dan keluar dari area parkir langsung menuju ke apartemenku. Aku masih ingat ada rencana untuk pergi dengan tunanganku malam ini.

    Sesampainya di apartemenku aku langsung bersiap-siap untuk kencanku dengan tunanganku. Selesai mandi tiba-tiba…..

    "Riingg.....Riinggg...." telpon berbunyi.

    “Halo.”

    Ternyata Sinta, “Hai Rama, kamu nggak usah ke sini, aku saja nanti langsung ke tempat kamu. Klik.” Aku terheran-heran, ia begitu ketus di telepon, hanya memberitahukan bahwa nanti ia akan ke tempatku. Aku jadi bingung ada apa gerangan. Aku mencoba menelpon balik tapi Sinta tidak menjawabnya. Aku melanjutkan bersiap-siap dan menunggu di apartemenku.

    Jam 7.00 tiba-tiba bel pintu berbunyi dan saat kubuka ternyata Sinta sudah berdiri di depan pintu. Ia terlihat lebih serius dari biasanya. Aku berusaha mencium pipinya dan ia menghindariku. Hal ini semakin membuatku bingung.

    Aku mempersilahkannya masuk dan bertanya, “ada apa sih say?”

    Ia duduk dan mengeluarkan hp-nya sambil bertanya, “tadi siang kamu ke mana say? Aku telpon apartemen kamu koq tidak diangkat?”

    “Aku…oh….aku tadi keluar sebentar beli baju dan makan siang.” Jawabku agak sedikit gelagapan.

    “Oh….ke mana?” tanyanya sambil memainkan hp-nya.

    “Cuma di sekitar sini koq.” Jawabku.

    “Oh gitu. Aku tadi siang ke Plaza Senayan.” Sinta berkata, dan aku merasa jantungku seperti berhenti tiba-tiba. Jangan-jangan…….

    “Terus tadi aku makan di Food Court di sana, pas aku mau pulang tau-tau aku lihat ada orang lagi pacaran, sempat aku foto di hp-ku.” Ia makin ketus berkata sambil memainkan hp-nya

    Jantungku makin berdebar, jangan-jangan ia melihat aku di sana. “Ah ngapain lagi kamu foto orang lagi pacaran,” aku menjawab dengan agak gugup.

    Sinta mengangsurkan hp-nya ke depanku. “Tapi pasangan ini kamu harus lihat.”

    Foto di hp-nya memperlihatkan fotoku sebagai Rema sedang duduk dengan Carol di food court. Aku berpura-pura biasa saja.

    “Lihat deh cewek-nya, mirip banget ya seperti kamu.” Sinta terus mencecar aku.

    Aku pura-pura memperhatikan dan menimpali, “ah masak sih, beda ah.”

    Tiba-tiba Sinta berdiri dan marah kepadaku. “Itu kamu khan, aku tadinya masih ragu-ragu tapi waktu aku lihat tahi lalat yang bentuknya agak aneh di belakang pundak kamu aku jadi makin yakin!”

    “Aku sengaja nunggu dan mengikuti ke tempat parkir. Saat aku lihat mobil yang dipakai ternyata mobil kamu aku 100% yakin kalau cewek itu kamu!!” Ia makin histeris marah kepadaku.

    “Kamu….w…waria? K…..kamu mau jadi p….p..perempuan? Sampai pacaran sama cowok segala.” Saat ini Sinta sudah sedemikian marahnya sampai ia berteriak sambil menangis.

    Aku hanya bisa pasrah dan tertunduk. Aku diam dan tidak tahu harus berkata apa. Sinta makin menangis dan aku merasa begitu menyesal. Aku berusaha menenangkan dan memeluknya tapi tiba-tiba Sinta mendorongku dan pergi keluar dari apartemenku. Aku berusaha mengejarnya tapi ia langsung masuk ke lift dan meninggalkanku.

    Aku berusaha menelponnya tapi Sinta tidak mau menerima bahkan akhirnya ia mematikan hp-nya. Aku kemudian menelpon rumahnya yang dijawab bahwa ia belum sampai rumah. Aku berpesan agar ia langsung menelponku sesampainya ia di rumahnya. Satu jam kemudian ia masih belum menelponku dan aku kembali menelpon ke rumahnya.

    Ternyata ia sudah sampai di rumah tapi tetap tidak mau menelponku. Mama-nya justru bertanya kepadaku apa yang terjadi karena Sinta tiba-tiba menangis dan langsung masuk ke kamarnya.

    “Nggak apa koq Ma, cuma ribut sedikit.” Aku berusaha menenangkan calon ibu mertuaku ini. Nyata bahwa Sinta tidak mau bicara denganku maka aku menulis e-mail kepadanya.

    Di e-mail ini aku menjelaskan tentang keadaanku. Aku menjelaskan panjang lebar bahwa aku seorang crossdresser, seorang pria yang senang berdandan seperti wanita. Aku menjelaskan bahwa aku tidak berencana untuk menjadi wanita, bahwa yang ia lihat itu adalah teman sesama crossdresser bernama Carol. Aku bahkan mengirimkan fotoku berdandan seperti wanita dan juga foto Carol yang berdandan seperti wanita. Aku meminta maaf karena tidak memberitahukan hal ini kepadanya dan meminta ia menghubungiku agar kami berdua bisa membicarakan hal ini lebih baik lagi. Hanya satu hal yang tidak aku beritahukan kepadanya, yaitu fantasy-fantasy-ku yang menyangkut berhubungan sex dengan seorang pria.

    Keesokan harinya aku tetap berusaha menghubungi Sinta tapi ia tetap tidak mau menerima telponku. Begitu pula hari esoknya dan seterusnya sampai seminggu ia tidak menghubungiku. Aku sendiri merasa sangat sedih dan mempengaruhi performaku di tempat kerjaku. Beberapa kali atasanku menegurku karena pekerjaanku berantakan.

    Dua minggu setelah insiden tersebut tiba-tiba Sinta mengirim email kepadaku meminta kami bertemu di apartemenku dengan syarat ia ingin melihatku sebagai Rema. Aku agak kaget mengetahui permintaannya. Tapi tidak butuh waktu lama aku langsung menyetujuinya. Aku ingin tetap menjadi tunangannya dan siap melakukan apapun untuk menyelamatkan hubungan kami. Aku mempersiapkan kedatangannya justru dengan berdandan secantik mungkin. Aku pikir kepalang tanggung jika ia ingin melihat Rema lebih baik memperlihatkan betapa cantiknya Rema.

    Aku sengaja minta ijin tidak masuk kerja di hari kedatangannya dan mempersiapkan diri dengan lebih mendetil. Dari pagi sampai sore hari aku mempersiapkan diriku bahkan aku menyiapkan hidangan yang romantis sebagai wujud keinginanku untuk kembali dengannya. Sore hari seusai jam kerja Sinta mengirimkan sms memberitahukan bahwa ia sudah dalam perjalanan menuju ke tempatku. Aku sudah siap menyambutnya dengan jantung agak berdebar. Berbagai pikiran berkecamuk di kepalaku tentang apa yang akan terjadi. Tiba-tiba…..

    “Ding” bell pintu apartemenku berbunyi.

    Dengan sedikit menghela nafas karena tegang aku membuka pintu menyambut Sinta. Inilah pertama kali Sinta akan bertemu dengan Rema. Saat aku membuka pintu aku melihat wajah cantik Sinta dan sudah tidak terlihat kemarahan di wajahnya. Aku agak sedikit lega, tapi saat aku ingin mengecup pipinya Sinta tetap menghindar. Ia langsung duduk di sofa dan menjulurkan tangannya.

    “Namaku sinta, nama kamu siapa?” tanyanya.

    “A…aku Rema.” Aku menjawab sambil agak ragu menerima uluran tangannya.

    Sinta kemudian berdiri dan melihat penampilanku dengan lebih seksama. Ia mengitariku sambil memperhatikan pakaianku. Saat menatap wajahku ia terlihat mengamati dengan lebih seksama.

    “Coba pejamkan mata kamu.” Ia memintaku menutup mataku.

    Aku menuruti dan dapat merasakan bahwa ia sedang mengamati makeup-ku lebih seksama.

    “Wow, Rema ternyata cantik juga ya.” Ia berkata sambil agak tersenyum. Aku merasa sangat lega mendengar nada suaranya dan membalas senyumannya.
   
    “Sin, aku minta maaf karena nggak jujur dengan kamu dari awal.” Aku berusaha memperbaiki hubungan dengan mengajukan permintaan maaf kepadanya.

    Sinta tidak menjawab malah langsung berdiri, “Aku lapar nih makan yuk.”

    “Aku sudah siapin koq Sin.” Aku langsung berjalan menuju ruang makan.

    “Nggak mau aku mau kita makan keluar.”

    “Oh ya udah aku ganti baju dulu.”

    “Jangan. Aku mau kamu keluar dengan aku sebagai Rema.”

    “Hah?!....” aku terkejut mendengan permintaannya. Walaupun aku sudah cukup sering keluar sebagai Rema tapi tetap ada perasaan tidak aman takut kalau ketahuan. Apalagi kini aku pergi sebagai Rema bersama dengan Sinta.

    Sinta mengetahui kebingunganku tapi tetap berkeras ingin pergi makan di luar denganku sebagai Rema. Akhirnya aku menyetujui dan kita pergi makan keluar. Selama perjalanan Sinta banyak bertanya tentang Rema dan aku menjelaskan sejujur-jujurnya kepadanya. Bahkan sampai kami menyantap hidangan ia terus bertanya dan aku terus menjelaskan. Aku merasa agak lebih lega dan mengira bahwa ia sudah memaafkanku.

    Dalam perjalanan pulang aku dan Sinta sudah bisa agak saling tersenyum dan tertawa. Ia masih bertanya tentang Rema tapi pertanyaannya sudah lebih ringan dan tidak bersifat menginterogasi.

    Sesampainya kami di apartemenku Sinta mengajukan pertanyaan yang lebih serius, “Kalau begitu kamu sebenarnya ingin tampil sebagai Rama atau Rema? Sampai kapan kamu akan tetap jadi Rama dan Rema?” Aku sama sekali tidak mempersiapkan diri menerima pertanyaan ini darinya. Ya, sampai kapan aku akan tetap jadi Rama dan Rema? Apakah aku akan tetap mempertahankan dua pribadi ini? Atau aku akhirnya akan menjadi Rama seterusnya. Kalau menjadi Rema……ah itu sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Aku bukan waria. Aku pria yang senang berdandan seperti wanita.

    Aku benar-benar tidak bisa menjawab pertanyaan itu dan Sinta mengetahui bahwa aku tidak bisa melepaskan Rema dari diriku. Tiba-tiba ia mencium bibirku dengan penuh nafsu. Ia menciumi bibirku dan tangannya mulai meraba badanku sambil melucuti bajuku. Saat tangannya mencapai putingku ia mulai meraba dan mengelusnya sambil ciumannya terus menyerang bibirku.

    Jika sebelumnya saat kami berhubungan sexual aku yang lebih aktif menciumi dan “menyerang”-nya, kali ini ia yang lebih berkesan dominan. Ia membaringkan diriku di sofa dan terus menciumi bibirku sambil tangannya membelai puting, pinggang dan pahaku. Sungguh aku tidak menyangka ia akan bertindak seperti ini.

    “S….Sin, s….sebentar…..” aku berusaha menahan gejolak hasratnya tapi ia justru makin bernafsu dan mulai juga melepas pakaiannya sampai akhirnya kami berdua hanya mengenakan pakaian dalam kami.

    “Ssst……diam……” katanya sambil terus menciumi dan merabaku, “pasrah saja…..”

    Aku hanya terbaring merasakan ia mulai merangsang diriku dengan menciumi serta menghisap putingku sambil tangannya meraba pahaku. Aku mulai merasa geli dan hanya bisa mendesah serta menggelinjang kenikmatan.

    Sinta kemudian mulai melucuti bra dan panties-ku sementara aku melepas pakaian dalamnya sehingga kami benar-benar tanpa busana selembarpun. Ia merenggangkan kakiku dan sambil terus menciumiku ia menjepit penisku di antara kedua pahanya. Sesaat kemudian ia menggerakkan pinggulnya naik turun sambil terus menjepit penisku di antara kedua pahanya. Jika ada orang yang melihat kami saat itu pasti orang itu akan berpikir bahwa aku yang sedang disetubuhi oleh Sinta dan bukan sebaliknya.

    Aku makin merasakan penisku sangat menegang tetapi saat aku ingin membalas menciumi Sinta ia menghindar dan tetap menghendaki ia yang mencumbuku dan bukan sebaliknya. Ia begitu dominan dan terus menggerakkan pinggulnya di atasku sementara kakiku justru dalam posisi mengangkang. Semakin cepat…..dan cepat sampai aku akhirnya memuntahkan spermaku di paha Sinta, tapi ia masih belum berhenti dan seperti mempercepat gerakannya kali ini dengan menggesekkan vagina-nya ke pinggulku. Sinta mempercepat gerakan pinggulnya dan memejamkan mata menikmati sensasi yang ditimbulkan oleh gesekan pinggulku di vaginanya. Nafasnya mulai memburu dan gerakannya makin cepat sampai…….ia mencapai klimaks…….

    Aku tidak pernah melihat ia begitu bernafsu dan bertindak seperti ini. Tapi aku juga menikmati kebersamaan kita ini. Kami berdua tergeletak kelelahan di ruang duduk apartemenku, dan sejak saat itu semuanya berubah.

    Sejak saat itu Sinta sedikit demi sedikit menjadi makin dominan dalam hubungan kita berdua. Ia menginginkanku lebih banyak tampil sebagai Rema tiap ada kesempatan. Ia bahkan memilihkan pakaian dan gaun serta dandanan yang ia ingin untuk aku kenakan.
  
    Tiga bulan menjelang pernikahan kami ia bahkan mulai mengatur agar aku minum pil hormon wanita seperti Premarin dan Estradiol serta menambahkan Testosterone Blocker agar produksi hormon pria-ku terhambat. Awalnya tidak ada tanda-tanda berarti dalam fisikku tapi setelah 2 bulan aku mulai merasakan adanya benjolan di dadaku dan pinggulku agak membesar. Aku makin kesulitan mengenakan pakaian pria kecuali aku menutup bagian dada dengan semacam kemben agar menahan tonjolan di dadaku.

    Ternyata selama 2 minggu saat kami bertengkar ia mencari data lebih jauh tentang crossdressing dan dari hal-hal yang ia temukan Sinta malah jadi makin tertarik dan ingin menjadi bagian dari dunia crossdressing ini. Semakin hari semakin Sinta menjadi terobsesi dengan segala hal tentang crossdressing. Ia bahkan beberapa kali mencoba crossdressing menjadi pria dan kami berjalan bersama di mal dengan ia menjadi pria sementara aku menjadi wanita.

    Akhirnya tibalah hari pernikahan kami dan kami mengadakan acara yang mewah sekali. Ayah Sinta memang seorang konglomerat besar dan karena Sinta anak gadis satu-satunya ia mengadakan acara dengan besar-besaran. Banyak pejabat dan tokoh besar Indonesia yang datang ke acara pernikahan kami.

    Malamnya setelah acara resepsi selesai aku dan Sinta masuk ke kamar pengantin. Aku mulai menciumi dan membimbing Sinta ke ranjang tapi Sinta menahanku. Ia memintaku membuka seluruh pakaian sementara ia juga membuka seluruh pakaiannya. Setelah kami berdua tidak mengenakan sehelai benangpun tiba-tiba ia memintaku mengenakan pakaian dalam yang sebelumnya ia kenakan. Ia sendiri mengenakan pakaian dalamku. Setelah itu ia menyuruhku mengenakan gaun pengantin sementara ia mengenakan jas pengantinku. Ternyata Sinta ingin kami berdua difoto lagi tapi kali ini dalam kondisi aku yang menjadi mempelai wanita sementara ia yang menjadi mempelai pria. Ia bahkan meminta perias pengantin dan tukang foto untuk mempersiapkan kami berdua dan memfoto kami berdua.

    Aku agak risih dengan permintaannya apalagi ada tukang rias dan tukang foto yang beberapa kali cekikikan menyaksikan kami berdua tapi Sinta tetap bersikeras dan ingin kami berfoto. Kami menghabiskan beberapa jam dipersiapkan dan difoto sampai aku merasa benar-benar lelah, bukan hanya dengan gaun pengantin tapi juga dengan beberapa gaun yang sebelumnya dikenakan oleh Sinta di acara pertunangan. Ia benar-benar ingin kenangan mulai dari acara pertunangan sampai pernikahan ini di “buat ulang” dengan aku menjadi mempelai wanita dan ia menjadi mempelai prianya.

    Tidak berhenti di sana, saat malam pengantin itu kami bercumbu dan Sinta tetap bertindak sebagai pria sementara aku menjadi wanita. Sinta mulai menciumi wajah dan leherku sambil tangannya meraba dan merangsang puting payudaraku. Aku menggelinjang merasakan rangsangan yang nikmat di seluruh tubuhku. Saat Sinta makin agresif mencumbuku tiba-tiba ia berhenti dan berbisik, “Tunggu sebentar ya sayang.” Ia kemudian masuk ke kamar ganti dan tidak lama kemudian keluar dengan mengenakan strap-on.

    “Aku ingin menyetubuhi kamu malam ini sayang,” bisiknya sambil mengoleskan cairan pelumas di seluruh dildo pada strap-on tersebut dan membubuhkan sebagian di anusku. Aku yang sudah terangsang hebat hanya bisa pasrah dan mengangguk sambil memejamkan mataku.

    Sinta kemudian kembali mencumbu dan menggerayangi seluruh tubuhku sambil mulai mengarahkan dildo strap-on yang ia kenakan ke lubang anusku. Jika sebelumnya aku pernah menggunakan dildo tapi sensasi yang aku rasakan sekarang ini jauh lebih hebat karena seolah-olah aku yang sedang disetubuhi dan dicumbu oleh kekasihku sambil disodomi olehnya.

    Aku hanya bisa menggelinjang dan mengerang saat Sinta menghisap puting susuku sementara strap-on yang ia kenakan mulai memasuki lubang anusku sedikit demi sedikit. Ia tidak memaksakan seluruh strap-on tersebut masuk ke dalam anusku melainkan sedikit demi sedikit. Tiap strap-on tersebut masuk sedikit ia berhenti sebentar agar anusku dapat menyesuaikan dengan besarnya strap-on yang ia kenakan. Demikian seterusnya sampai…….bles…….seluruh dildo tersebut masuk ke dalam anusku.

    “Uh…..” aku hanya bisa mengerang merasakan seluruh dildo tersebut masuk ke dalam anusku. Sinta kemudian mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur dan mulai menyodomiku sambil tangannya tetap menggerayangi tubuhku dan bibirnya tidak berhenti menciumi seluruh tubuhku.

    Ternyata tidak butuh waktu lama untuk aku yang sudah sangat terangsang klimaks dan menyemprotkan spermaku ke seluruh tubuh Sinta. Sinta tidak menghentikan gerakannya dan masih terus menyodomiku. Aku dapat merasakan bahwa Sinta sendiri juga terangsang hebat. Ia menggerakkan pinggulnya sambil menggesekkan strap-on tersebut ke clitorisnya sendiri. Aku mulai merasakan rasa yang agak sakit di anusku saat Sinta tidak berhenti dan malah mempercepat gerakannya tapi saat aku makin merasa agak sakit tiba-tiba…….

    “Aaahhhhh…….” Sinta mencapai klimaks dan mulai memperlambat gerakan pinggulnya. Akhirnya kami berdua hanya tergeletak kelelahan dan saling berpelukan. Malam itu masih 2 kali lagi ia menyodomiku dan akibatnya aku hampir tidak bisa berdiri tegak keesokan harinya.

    Tiga bulan setelah pernikahan seperti yang telah kami berdua duga, ayah Sinta mulai memasrahkan tanggung jawab pekerjaannya kepadaku. Aku mulai diarahkan untuk menjadi pimpinan menggantikan posisi ayahnya yang ingin lebih banyak beristirahat memasuki hari tuanya. Sementara itu kehidupan rumah tangga kami juga makin mesra. Walaupun begitu ada sedikit yang aneh. Sinta makin dominan dan bersikap serta bertingkah sebagai suami dalam kehidupan kami sementara aku semakin pasif dan semakin dituntut olehnya untuk bersikap sebagai istri.

    Di rumah aku hampir tidak pernah lagi mengenakan pakaian pria. Aku lebih banyak mengenakan pakaian wanita. Bahkan pembantu rumah tangga, supir pribadi dan satpam yang bekerja di rumah kami sudah semakin terbiasa melihat aku memakai pakaian wanita di rumah. Aku hanya mengenakan pakaian pria jika harus pergi bekerja. Aku bahkan mulai kesulitan jika hanya memakai kemeja karena makin sukar menutupi dadaku yang makin tumbuh mendekati ukutan c-cup. Aku harus terus mengenakan jas agar dadaku dapat tertutup.

    Setahun setelah kami menikah Sinta memutuskan untuk kami berdua berjalan-jalan ke luar negeri. Ia memilih liburan ke Amerika dan Meksiko selama sebulan. Sesampainya kami di Amerika ia memintaku untuk sepenuhnya berpakaian dan berdandan seperti wanita. Ia sendiri juga kadang-kadang berdandan seperti pria. Ternyata ia memilih kami berlibur ke Amerika dan Meksiko karena alasan tersendiri.

    Selama setahun ini Sinta ternyata meriset dan berkorespondensi dengan seorang dokter spesialis di Meksiko yang melakukan praktek penggantian kelamin. Aku baru tahu setelah kami berdua menuju Meksiko. Ternyata Sinta terobsesi untuk……memiliki penis!!!

    Ia ingin memiliki penis dan merasakan nikmatnya orgasme melalui penis. Di Meksiko ada tempat praktek dokter yang sebenarnya ilegal tapi ia membantu orang-orang yang ingin operasi kelamin baik dari pria menjadi wanita atau wanita menjadi pria. Kami berdua akhirnya mendaftar ke klinik dokter Mendoza yang akan membantu Sinta memperoleh penis, dan mengoperasi wajah serta payudaraku agar semakin sempurna sebagai wanita.

    Saat kami akhirnya pulang ke Indonesia, aku Rama sang suami, kini memiliki payudara berukuran hampir D-cup, wajahku begitu feminin dengan operasi wajah sampai-sampai aku harus membuat foto pasport yang baru di kedutaan besar Indonesia di Amerika; sementara itu Sinta sang istri, kini memiliki penis yang berukuran cukup besar. Mungkin bagi orang-orang yang mengetahui kami seperti 2 orang aneh, tapi aku begitu bahagia karena kami berdua memang pasangan yang sangat tepat dan saling melengkapi…….

Tidak ada komentar:

Bu Kost Nakal....

 Perkenalkan nama saya Rendi panggil aja rere, pertama saya crossdresser itu pas waktu duduk di bangku kelas 5 SD. Awalnya saya sering paka...